MUI Kabupaten Probolinggo Soroti Ponpes yang Diduga Terafiliasi HTI

Share

Kraksaan – MUI Kabupaten Probolinggo soroti Pondok Pesantren Al Ghuroba di Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo. Ini karena pesantren tersebut
diduga memiliki keterkaitan dengan organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Dugaan tersebut mengemuka usai pengibaran bendera Ar-Raya yang identik dengan simbol HTI saat pelaksanaan salat Idul Fitri, 29 April 2025 lalu. Pondok pesantren diasuh oleh ustaz Budiman, yang berlokasi di Desa Patemon.

Sejumlah unsur terkait, mulai dari Muspika Pakuniran, perwakilan dua desa, Nahdlatul Ulama (NU), hingga Kementerian Agama (Kemenag) setempat, menggelar rapat koordinasi lintas sektor, Kamis (22/5/2025), di Kantor MUI Kabupaten Probolinggo.

Wakil Ketua Umum MUI Kabupaten Probolinggo, KH Abdul Wasik Hanan, mengungkapkan bahwa langkah tersebut diambil sebagai respons atas laporan masyarakat.

“Kami merespons aduan dari warga mengenai keberadaan pesantren Al-Ghuroba yang dianggap mengarah pada paham HTI,” ujarnya.

Yang menjadi perhatian utama, lanjut Kiai Wasik, adalah dugaan afiliasi ideologis pesantren dengan HTI. Meski pihak pesantren mengaku mengikuti paham Ahlus Sunnah wal Jamaah, sorotan publik tertuju pada atribut yang selama ini lekat dengan HTI.

“HTI adalah organisasi yang telah resmi dibubarkan oleh pemerintah sejak 2017 karena tidak mengakui kedaulatan NKRI. Ini yang menjadi kekhawatiran kami bersama,” tegas ulama yang juga Rais Syuriah PCNU Kraksaan tersebut.

Salah satu indikasi kuat adalah pengibaran bendera Ar-Raya saat salat Idul Fitri, dengan khatib yang juga merupakan pimpinan pesantren.

“Dalam dokumentasi yang beredar, terlihat bendera berwarna hitam bertuliskan kalimat tauhid yang identik dengan simbol HTI,” ungkapnya.

Hasil penelusuran awal menunjukkan bahwa pesantren tersebut belum mengantongi izin operasional dari Kemenag. “Sudah kami cek, tidak ada izin resmi dari Kemenag untuk pondok pesantren tersebut,” imbuhnya.

Selain izin operasional, MUI juga akan mendalami aspek legalitas bangunan. “Kami akan berkoordinasi dengan dinas terkait, termasuk Dinas PUPR untuk memastikan apakah bangunan tersebut memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan peruntukannya sesuai,” jelasnya.

Hingga saat ini, belum ada pertemuan langsung antara pihak MUI dan pimpinan pesantren Al-Ghuroba. “Rapat ini baru langkah awal, sebagai tindak lanjut atas laporan dari masyarakat. Kami akan tindak lanjuti secara bertahap,” katanya.

Di sisi lain, Ketua PCNU Kraksaan, KH Achmad Muzammil, menegaskan bahwa pesantren Al-Ghuroba tidak termasuk dalam jaringan pesantren yang bernaung di bawah Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU).

“Kami sudah cek di RMI maupun di Kemenag, nama pesantren itu tidak terdaftar,” ujar pria asal Kecamatan Pakuniran itu.

MUI bersama unsur terkait menegaskan bahwa langkah-langkah yang diambil bertujuan menjaga kondusifitas wilayah dan mencegah potensi konflik sosial di tengah masyarakat.

“Semua pihak perlu waspada terhadap potensi penyebaran paham yang bertentangan dengan ideologi negara,” ujarnya. (Admin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *