Anak Didik Butuh Sosialisasi Syarat Sah Pernikahan

Share

Kraksaan – Kasus pernikahan tak sesuai syariat banyak terjadi di tengah masyarakat. Dan yang bikin miris, korbannya justru perempuan yang tergolong anak-anak berstatus pelajar.

Jika ada korban, tentulah ada pelakunya. Nah, ini bikin miris lagi! Dimana, pelakunya justru pria dewasa yang telah berilmu. Misalnya, oknum tenaga pendidik, bahkan oknum pengasuh lembaga pendidikan.

Sekretaris MUI Kabupaten Probolinggo, Haji Yasin, mengaku prihatin dengan kasus semacam itu. “Saya prihatin betul kalau ini terus-terusan terjadi,” kata Yasin, Selasa (2/7/2024).

Dari pengamatannya, kasus-kasus tersebut banyak menimpa anak perempuan yang usianya masih belasan tahun. Mulai dari anak yang masih sekolah tingkat SMP/MTs maupun tingkat SMA/MA.

Karena itu, Yasin punya gagasan agar pengetahuan syarat sah perkawinan juga disosialisasikan oleh tenaga pendidik di dua tingkatan tersebut. “Tentunya sosialisasi tidak hanya oleh guru agama saja, tapi juga guru pelajara umum,” terangnya.

Pentingnya sosialisasi oleh tenaga pendidik, lanjutnya, juga pernah dibahas saat MUI Kabupaten Probolinggo beraudiensi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikdaya) Kabupaten Probolinggo pada Senin (24/6).

Pembahasan oleh MUI dan Disdikdaya itu bukan sekadar basa basi. Sebab, kasus nikah tidak sah antara oknum pengasuh lembaga pendidikan dengan murid atau santrinya beberapa kali terjadi di Kabupaten Probolinggo. Kasus terakhir yakni di sebuah lembaga pendidikan di Desa Kregenan, Kecamatan Krejengan.

Dalam kasus itu, oknum pengurus yayasan lembaga tersebut menikahi santrinya secara tidak sah. Ketika korban hamil, kasusnya mencuat hingga masuk ke meja hijau.

Beda lagi dengan yang terjadi di Lumajang, daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo wilayah selatan. Di Lumajang, oknum pengasuh pondok pesantren dipolisikan lantaran menikahi santriwatinya dan tidak izin pada orangtua santriwati.

Yasin tidak ingin dua contoh kasus memalukan di atas terus terulang. Apalagi korbannya masih tergolong anak dan berstatus pelajar. “Kasihan kalau anak-anak tidak paham. Dikira kalau gurunya atau ustaznya dianggap sah (ketika dinikahi tidak sesuai syariat),” kata dia.

Ke depan, ia berharap agar para guru memberikan pemahaman tentang syarat sah pernikahan kepada anak didiknya. (Admin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *