Apa Itu Virus LSD? Ini Penjelasan Balai Besar Veteriner Wates

Share

Kraksaan – Lumpy Skin Disease (LSD) adalah penyakit kulit infeksius yang disebabkan oleh Lumpy Skin Disease Virus (LSDV) yang merupakan virus bermateri genetik DNA dari genus Capripoxvirus dan famili Poxviridae. Virus ini umumnya menyerang hewan sapi dan kerbau. Belum ada laporan terkait kejadian LSD pada ruminansia lain seperti kambing dan domba.

Penularan LSD secara langsung melalui kontak dengan lesi kulit, namun virus LSD juga diekskresikan melalui darah, leleran hidung dan mata, air liur, semen dan susu. Penularan juga dapat terjadi secara intrauterine.

Secara tidak langsung, penularan terjadi melalui peralatan dan perlengkapan yang terkontaminasi virus LSD seperti pakaian kandang, peralatan kandang, dan jarum suntik. Penularan secara mekanis terjadi melalui vektor yaitu nyamuk (genus aedes dan culex), lalat (Stomoxys sp, Haematopota spp, Hematobia irritans), migas penggigit dan caplak (Riphicephalus appendiculatus dan Ambyomma heberaeum).

LSD pertama kali dilaporkan di Zambia, Afrika pada tahun 1929 dan terus menyebar di benua Afrika, Eropa dan Asia. Pada tahun 2019, LSD dilaporkan di China dan India lalu setahun setelahnya dilaporkan di Nepal, Myanmar dan Vietnam.

Pada tahun 2021, LSD telah dilaporkan di Thailand, Kamboja dan Malaysia. Sampai saat ini, penyakit ini belum ditemukan di Indonesia.

Masa inkubasi LSD berkisar antara 1-4 minggu. Walaupun mortalitas penyakit ini dibawah 10%, namun morbiditas yang sering dilaporkan adalah sekitar 45%.

Gejala klinis LSD dipengaruhi oleh umur, ras dan status imun ternak. Tanda klinis utama LSD adalah lesi kulit berupa nodul berukuran 1-7 cm yang biasanya ditemukan pada daerah leher, kepala, kaki, ekor dan ambing.

Pada kasus berat nodul-nodul ini dapat ditemukan di hampir seluruh bagian tubuh. Munculnya nodul ini biasanya diawali dengan demam hingga lebih dari 40.5oC. Nodul pada kulit tersebut jika dibiarkan akan menjadi lesi nekrotik dan ulseratif. Tanda klinis lainnya yaitu lemah, adanya leleran hidung dan mata, pembengkakan limfonodus subscapula dan prefemoralis, serta dapat terjadi oedema pada kaki.

Selain itu, LSD juga dapat meyebabkan abortus, penurunan produksi susu pada sapi perah, infertilitas dan demam berkepanjangan.

Diagnosis LSD di lapangan diawali dengan pengamatan gejala klinis dan didukung dengan data historis lokasi kejadian. Diagnosis definitis LSD hanya dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium.

Uji laboratorium yang umum digunakan untuk konfirmasi kasus LSD adalah Polymerase Chain Reaction (PCR). Sampel terbaik yang digunakan untuk uji adalah sampel dari lesi kulit. Selain itu, sampel lain yang dapat digunakan yaitu darah (whole blood), swab hidung dan air liur.

Uji lain yang dapat digunakan untuk deteksi LSD adalah isolasi virus, uji serologis yaitu Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA), Indirect Fluorescent Antibody Test (IFAT), Indirect Immunofluorescence Test (IIFT), Virus Neutralization Test (VNT), Serum Neutralization Test (SNT), dan uji Imunohistochemistry (IHC).

Pada pemeriksaan post mortem ditemukan nodul-nodul pada otot, membran mukosa mulut, hidung, saluran pencernaan, paru-paru, hingga pada testis dan vesika urinaria.

Diagnosis banding LSD adalah pseudo-lumpy skin disease yang disebabkan oleh Bovine Herpesvirus-2 dengan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung lebih singkat dibanding LSD, dermatophilosis, ringworm, gigitan serangga, rinderpest, demodekosis, infestasi Hypoderma bovis, bovine papular stomatitis, urtikaria, cutaneous tuberculosis, dan onchocercosis.

Hingga saat ini belum ada pengbobatan khusus terhadap LSD. Pengobatan untuk LSD bersifat symptomatik untuk mengobati gejala klinis yang muncul dan suportif untuk memperbaiki kondisi tubuh ternak terinfeksi.

Pencegahan secara spesifik dilakukan dengan vaksinasi. Sebagian besar vaksin LSD adalah live attenuated, namun juga tersedia dalam bentuk inaktif. Vaksinasi untuk daerah bebas LSD seperti Indonesia tidak dilakukan. Kewaspadaan terhadap penyakit LSD di Indonesia perlu ditingkatkan dengan memperkuat sistem surveilans deteksi dini penyakit, memperketat pemeriksaan lalu lintas hewan, dan meningkatkan kapasitas pengujian dan diagnosis penyakit LSD. (*)

Repost website resmi Balai Besar Veteriner Wates

Penulis: Jesiaman Silaban, BBVet Wates.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *